Rabu, 14 November 2012


... KISAH NYATA AJAIB SEMBUH DARI LUMPUH ...

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Seorang bapak tua yang usianya berkisar 70 tahun berasal dari provinsi Dimyath, menemui Syaikh Muhammad Hasan, saat itu beliau tengah memberikan ceramah di sebuah mesjid di kota Makkah.

Bapak tua tersebut memberi isyarat agar Syaikh Muhammad Hasan berhenti sesaat dan memintanya untuk mendengarkan cerita tentangnya.

Bapak tua berkata, “Wahai Syaikh Muhammad, berkenankah engkau mendengarkan kisahku sebelum melanjutkan pembicaraanmu?”

“Silahkan, majulah ke depan, agar semua orang yang hadir juga ikut mendengarkan kisah yang ingin Anda ceritakan. Duduklah disampingku, agar semua orang bisa melihat dan mendengarkan kisah Anda.” Jawab Syaikh Muhammad.

Lalu, mulailah sang Bapak bercerita, “Wahai Syaikh, dulu saya adalah seorang laki-laki yang terkena sakit lumpuh sebelah. Saya mendoakan semoga Allah memberikan kesembuhan untuk semua mereka yang tengah sakit saat ini, amin.”

“Untuk mengobati sakit lumpuh itu saya pergi berobat ke London dan Amerika, tapi Allah belum menentukan adanya kesembuhan untuk sakit yang saya derita. Sehingga ketika tidak ada harapan untuk sembuh setelah berobat ke semua tempat, pada akhirnya saya duduk di kursi roda selama bertahun-tahun mengharap datangnya mukijat untuk sembuh.

Pada suatu hari anak saya membuka televisi, saya menyaksikan orang-orang bertakbir dan bertasbih di Masjid Haram, saya melihat orang-orang tengah bertawaf mengelilingi Ka’bah, lalu saya menangis, saya berkata pada anak saya,

“Wahai Anakku, bapak ingin mengunjungi Sang Raja ke istananya, bapak ingin meminta disana semua yang bapak inginkan, bapak sangat yakin, jika bapak datang ke rumah Raja itu, semua permintaan bapak tidak akan ia abaikan dan pasti akan Ia penuhi.”

“Siapakah Raja yang bapak Maksud?” Tanya anak saya.

“Bapak ingin melaksanakan Haji atau Umrah, bapak ingin masuk Ka’bah dan bermunajat pada Raja di rumah-Nya, hati bapak dipenuhi yakin bahwa jika bapak pergi ke rumah-Nya dan menyampaikan keinginan bapak disana, bapak tidak akan di abaikan.”

“Bagaimana bapak bisa melakukan umrah atau haji dengan kondisi sakit seperti ini”, Tanya anak saya kembali.

“Sewakan untuk Bapak pesawat agar berangkat ke sana, bapak punya banyak uang, carikan untuk bapak pesawat. Bawa bapak kesana.” Jawab saya penuh yakin pada anak saya.

Dan akhirnya saya melakukan perjalanan ke rumah Allah.

Lalu si Bapak Tua berhenti sejenak dan menoleh pada Syaikh Muhammad seraya berkata,

“Demi Allah wahai Syaikh, saya masuk ke dalam Ka’bah dengan kursi roda. Lalu meminta pada anak saya untuk menurunkan saya di sisi Ka’bah. Saya duduk dekat Ka’bah. Demi Allah wahai Syaikh Muhammad, saya berdoa pada Allah berjam-jam, saya memohon, mengiba, menangis dengan terus mengulang-ulang dua kalimat.”

“Ya Allah, hamba tidak akan pulang, hamba tidak akan meninggalkan tempat ini kecuali setelah berjalan dengan dua kaki hamba, atau biarlah hamba meninggal di tempat ini.” Saya terus berdoa, memohon, meminta pada Allah, menangis dan terus berdoa dengan keyakin yang sudah memenuhi hati saya, selama berjam-jam tidak ada yang saya katakan selain dua kalimat di atas.”

Akhirnya saya pingjsan karena letih setelah sekian lama menangis, saya tersandar di samping kursi roda, lalu saya tertidur sesaat. Saat tidur saya melihat dalam mimpi, bahwa seseorang datang dan berkata pada saya dengan suara yang lantang,

“Berdiri, dan berjalanlah. Seruan itu diulang, “berdiri dan berjalanlah engkau..” seruan itu terus di ulang-ulang.” Tiba-tiba saya terbangun, saya masih merasakan seruan itu.

“Berdirilah..” Lalu saya berdiri..

“Berjalanlah..” lalu saya berjalan, sehingga saya sampai di pintu Ka’bah, saya baru tersadar bahwa sebelumnya saya lumpuh, dan kini telah bisa berdiri dan berjalan. “Ya Malik (Wahai Raja), Ya Malik., sungguh tidak pernah Engkau menelantarkan mereka yang datang meminta padamu.” Air mata saya berderai hebat wahai Syaikh.”

=<>=

Demikianlah kisah seorang bapak Tua, seorang laki-laki biasa yang bukan dari golongan seorang wali ataupun seorang alim, tapi hanya seorang laki-laki biasa, akan tetapi hatinya dipenuhi keyakinan kepada Allah, bahwa jika ia meminta pada Allah dengan penuh kejujuran (shidq) dan keyakinan (yaqin), maka Allah tidak akan pernah mengabaikan permintaan itu.

Ya Allah, kepada-Mu kami memohon, kepada-Mu kami bersandar dan meminta pertolongan. Adakah yang bisa memberi pelindungan selain-Mu, maka lindungilah ya Allah orang lemah ini yang meminta perlindungan-Mu, sesungguhnya hamba-Mu lemah, meminta tolong pada Engkau yang Mahakuat.

Ampunilah dosa dan kemaksiatan yang kami perbuat, karena tidak ada yang bisa memberi ampun selain-Mu ya Allah. Dunia telah melenakan kami, dan ampunan dari-Mu kami harapkan

-dikutip dari Ceramah Syaikh Muhammad Hasan -

*****
Semoga kita dapat mengambil pengetahuan yang bermanfaat dan bernilai ibadah ..

Wabillahi Taufik Wal Hidayah, ...

Salam Terkasih ..
Dari Sahabat Untuk Sahabat ...

... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...

Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya ...
Silahkan DICOPAS atau DI SHARE jika menurut sahabat note ini bermanfaat ....

#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#
------------------------------------------------
.... Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa'atuubu Ilaik ....

Rabu, 14 Desember 2011

Jumat, 26 September 2008

Kisah Menakjubkan[1]

(tentang sabar dan syukur kepada Allah)

Bagi orang yang sering mengamati isnad hadits maka nama Abu Qilabah bukanlah satu nama yang asing karena sering sekali ia disebutkan dalam isnad-isnad hadits, terutama karena ia adalah seorang perawi yang meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik yang merupakan salah seorang dari tujuh sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu nama Abu Qilabah sering berulang-ulang seiring dengan sering diulangnya nama Anas bin Malik.Ibnu Hibban dalam kitabnya Ats-Tsiqoot menyebutkan kisah yang ajaib dan menakjubkan tentangnya yang menunjukan akan kuatnya keimanannya kepada Allah.

Nama beliau adalah Abdullah bin Zaid Al-Jarmi salah seorang dari para ahli ibadah dan ahli zuhud yang berasal dari Al-Bashroh. Beliau meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik dan sahabat Malik bin Al-Huwairits –radhiallahu ‘anhuma- . Beliau wafat di negeri Syam pada tahun 104 Hijriah pada masa kekuasaan Yazid bin Abdilmalik.

Abdullah bin Muhammad berkata, “Aku keluar menuju tepi pantai dalam rangka untuk mengawasi (menjaga) kawasan pantai (dari kedatangan musuh)…tatkala aku tiba di tepi pantai, tiba-tiba aku telah berada di sebuah dataran lapang di suatu tempat (di tepi pantai) dan di dataran tersebut terdapat sebuah kemah yang di dalamnya ada seseorang yang telah buntung kedua tangan dan kedua kakinya, dan pendengarannya telah lemah serta matanya telah rabun. Tidak satu anggota tubuhnyapun yang bermanfaat baginya kecuali lisannya, orang itu berkata, “Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memuji-Mu sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku diatas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan”

Abdullah bin Muhammad berkata, “Demi Allah aku akan mendatangi orang ini, dan aku akan bertanya kepadanya bagaimana ia bisa mengucapkan perkataan ini, apakah ia faham dan tahu dengan apa yang diucapkannya itu?, ataukah ucapannya itu merupakan ilham yang diberikan kepadanya??.

Maka akupun mendatanginya lalu aku mengucapkan salam kepadanya, lalu kukatakan kepadanya, “Aku mendengar engkau berkata “Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memujiMu sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugrahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku diatas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan“, maka nikmat manakah yang telah Allah anugerahkan kepadamu sehingga engkau memuji Allah atas nikmat tersebut?? dan kelebihan apakah yang telah Allah anugerahkan kepadamu hingga engkau mensukurinya??”

Orang itu berkata, “Tidakkah engkau melihat apa yang telah dilakukan oleh Robku kepadaku? Demi Allah, seandainya Ia mengirim halilintar kepadaku hingga membakar tubuhku atau memerintahkan gunung-gunung untuk menindihku hingga menghancurkan tubuhku, atau memerintahkan laut untuk menenggelamkan aku, atau memerintahkan bumi untuk menelan tubuhku, maka tidaklah hal itu kecuali semakin membuat aku bersyukur kepadaNya, karena Ia telah memberikan kenikmatan kepadaku berupa lidah (lisan)ku ini. Namun, wahai hamba Allah, engkau telah mendatangiku maka aku perlu bantuanmu, engkau telah melihat kondisiku. Aku tidak mampu untuk membantu diriku sendiri atau mencegah diriku dari gangguan, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku memiliki seorang putra yang selalu melayaniku, di saat tiba waktu sholat ia mewudhukan aku, jika aku lapar maka ia menyuapiku, jika aku haus maka ia memberikan aku minum, namun sudah tiga hari ini aku kehilangan dirinya. Maka tolonglah aku, carilah kabar tentangnya –semoga Allah merahmati engkau-”.

Aku berkata, “Demi Allah tidaklah seseorang berjalan menunaikan keperluan seorang saudaranya yang ia memperoleh pahala yang sangat besar di sisi Allah, lantas pahalanya lebih besar dari seseorang yang berjalan untuk menunaikan keperluan dan kebutuhan orang yang seperti engkau”.

Maka akupun berjalan mencari putra orang tersebut hingga tidak jauh dari situ aku sampai di suatu gundukan pasir. Tiba-tiba aku mendapati putra orang tersebut telah diterkam dan dimakan oleh binatang buas. Akupun mengucapkan inna lillah wa inna ilaihi roji’uun. Aku berkata, “Bagaimana aku mengabarkan hal ini kepada orang tersebut??”. Dan tatkala aku tengah kembali menuju orang tersebut, maka terlintas di benakku kisah Nabi Ayyub ‘alaihi as-Salam. Lalu aku menemui orang tersebut dan akupun mengucapkan salam kepadanya lalu ia menjawab salamku dan berkata, “Bukankah engkau adalah orang yang tadi menemuiku?”, aku berkata, “Benar”. Ia berkata, “Bagaimana dengan permintaanku kepadamu untuk membantuku?”.

Akupun berkata kepadanya, “Engkau lebih mulia di sisi Allah ataukah Nabi Ayyub ‘alaihis Salam?”, ia berkata, “Tentu Nabi Ayyub ‘alaihis Salam “, aku berkata, “Tahukah engkau cobaan yang telah diberikan Allah kepada Nabi Ayyub?, bukankah Allah telah mengujinya dengan hartanya, keluarganya, serta anaknya?”, orang itu berkata, “Tentu aku tahu”. Aku berkata, “Bagaimanakah sikap Nabi Ayyub dengan cobaan tersebut?”, ia berkata, “Nabi Ayyub bersabar, bersyukur, dan memuji Allah”.

Aku berkata, “Tidak hanya itu, bahkan ia dijauhi oleh karib kerabatnya dan sahabat-sahabatnya”. Ia berkata, “Benar”. Aku berkata, “Bagaimanakah sikapnya?”, ia berkata, “Ia bersabar, bersyukur dan memuji Allah”. Aku berkata, “Tidak hanya itu, Allah menjadikan ia menjadi bahan ejekan dan gunjingan orang-orang yang lewat di jalan, tahukah engkau akan hal itu?”, ia berkata, “Iya”, aku berkata, “Bagaimanakah sikap nabi Ayyub?” Ia berkata, “Ia bersabar, bersyukur, dan memuji Allah, langsung saja jelaskan maksudmu –semoga Allah merahmatimu-!!”.

Aku berkata, “Sesungguhnya putramu telah aku temukan di antara gundukan pasir dalam keadaan telah diterkam dan dimakan oleh binatang buas, semoga Allah melipatgandakan pahala bagimu dan menyabarkan engkau”. Orang itu berkata, “Segala puji bagi Allah yang tidak menciptakan bagiku keturunan yang bermaksiat kepadaNya lalu Ia menyiksanya dengan api neraka”, kemudian ia berkata, “Inna lillah wa inna ilaihi roji’uun“, lalu ia menarik nafas yang panjang lalu meninggal dunia.

Aku berkata, “Inna lillah wa inna ilaihi roji’uun“, besar musibahku, orang seperti ini jika aku biarkan begitu saja maka akan dimakan oleh binatang buas, dan jika aku hanya duduk maka aku tidak bisa melakukan apa-apa[2]. Lalu akupun menyelimutinya dengan kain yang ada di tubuhnya dan aku duduk di dekat kepalanya sambil menangis.

Tiba-tiba datang kepadaku empat orang dan berkata kepadaku “Wahai Abdullah, ada apa denganmu?, apa yang telah terjadi?”. Maka akupun menceritakan kepada mereka apa yang telah aku alami. Lalu mereka berkata, “Bukalah wajah orang itu, siapa tahu kami mengenalnya!”, maka akupun membuka wajahnya, lalu merekapun bersungkur mencium keningnya, mencium kedua tangannya, lalu mereka berkata, “Demi Allah, matanya selalu tunduk dari melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allah, demi Allah tubuhnya selalu sujud tatkala orang-orang dalam keadaan tidur!!”.

Aku bertanya kepada mereka, “Siapakah orang ini –semoga Allah merahmati kalian-?”, mereka berkata, Abu Qilabah Al-Jarmi sahabat Ibnu ‘Abbas, ia sangat cinta kepada Allah dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu kamipun memandikannya dan mengafaninya dengan pakaian yang kami pakai, lalu kami menyolatinya dan menguburkannya, lalu merekapun berpaling dan akupun pergi menuju pos penjagaanku di kawasan perbatasan.

Tatkala tiba malam hari, akupun tidur dan aku melihat di dalam mimpi ia berada di taman surga dalam keadaan memakai dua lembar kain dari kain surga sambil membaca firman Allah

}سَلامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ| (الرعد:24)

“Keselamatan bagi kalian (dengan masuk ke dalam surga) karena kesabaran kalian, maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. 13:24)

Lalu aku berkata kepadanya, “Bukankah engkau adalah orang yang aku temui?”, ia berkata, “Benar”, aku berkata, “Bagaimana engkau bisa memperoleh ini semua”, ia berkata, “Sesungguhnya Allah menyediakan derajat-derajat kemuliaan yang tinggi yang tidak bisa diperoleh kecuali dengan sikap sabar tatkala ditimpa dengan bencana, dan rasa syukur tatkala dalam keadaan lapang dan tentram bersama dengan rasa takut kepada Allah baik dalam keadaan bersendirian maupun dalam kaeadaan di depan khalayak ramai”


[1] Diterjemahkan oleh Ustadz Abu Abdilmuhsin Firanda dari Kitab Ats-Tsiqoot karya Ibnu Hibban, tahqiq As-Sayyid Syarofuddin Ahmad, terbitan Darul Fikr, (jilid 5 halaman 2-5)

[2] Hal ini karena biasanya daerah perbatasan jauh dari keramaian manusia, dan kemungkinan Abdullah tidak membawa peralatan untuk menguburkan orang tersebut, sehingga jika ia hendak pergi mencari alat untuk menguburkan orang tersebut maka bisa saja datang binatang buas memakannya, Wallahu a’lam