Jika kematian datang
”Dimana saja kamu berada kematian akan menemuimu kendatipun kamu dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan mereka mengatakan “ini adalah dari sisi Allah” dan kalau mereka ditimpa musibah bencana mereka mengatakan “ini datangnya dari kamu Muhammad”, katakanlah semuanya datang dari sisi Allah SWT” Q.S. An Nisa 78
Indonesia telah berduka, tepatnya tanggal 27 januari 2008 pada hari ahad jam 13.10 WIB, bangsa indonesia telah ditinggalkan bapak bangsa, bapak pembangunan yaitu bapak presiden RI yang ke dua, inilah suatu kematian telah datang, dan akan datang pada siapa saja dari hamba-hamba Allah (termasuk diri kita semua) yang ada dimuka bumi, baik pejabat atau konglomerat, baik kyai atau santri, semua tidak akan bisa menghindar dari kematian, hanya saja kita tinggal menunggu giliranya, barangkali kalau kita disuruh mengingat jasa-jasa beliau tentulah amat banyak bagi perkembangangan dan kebaikan bangsa Indonesia, manusia tetap manjadi manusia, sebaik apapun seorang hamba tentunya masih ada kesalahan dan kekurangan, tidak ada satupun manusia yang sempurna dimuka bumi ini, semua dalam kekurangan dan tidak keberdayaan, selanjutnya yang terpenting sebagai generasi bangsa apa yang bisa kita persembahkan kepada bangsa kita tercinta ini?. Pekerjaan berat telah menunggu dihadapan kita, bisahkah kita memberikan jawabanya?. Dan yang terpenting lagi sudah siapkah kita menyongsong kematian kita? Amal kebaikan kita sudahkah cukup jadi bekal?
Kematian, habisnya ajal
”Banyak sebab untuk mati, tetapi mati itu tetap satu”, itulah realitanya, penyebab kematian begitu banyak dan bermacam-macam, terkadang suatu kematian terjadi karena sebab penyakit yang mematikan seperti tho’un (antraks), tertikam pisau, terpenggal kepala, kerja jantung berhenti secara mendadak, dan masih banyak sebab-sebab yang mengantarkan kematian (asbaab Al Mubasyiroh).
Dalam hukum kausalitas (Sebab akibat) dikatakan bahwa sebab akan menghasilkan suatu akibat secara pasti dan akibat tidak akan terjadi melainkan karena satu-satunya sebab baginya sendiri dan tidak akan meleset, lain halnya dengan Al Hall (kondisi) yang kadang menghasilkan sesuatu berdasarkan kebiasaan atau kelayakan dan terkadang pula Al hall tersebut juga menghasilkan sesuatu yang berbeda (takhalluf atau meleset) dari kebiasaan bahkan terkadang tidak menghasilkan sesuatu sama sekali, itulah hakikat kematian, seseorang dalam menemui kematianya bermacam-macam kondisinya, dan berbeda-beda, ada yang prosesnya sakit terlebih dahulu, ada yang tampa duduga sebelumnya dari sakit yang amat sederhana tetapi dapat mengantarkan kematian, dan lain sebagainya, sebab hakiki dari kematian tiada lain adalah habisnya ajal seseorang yang mana ajal tidak dapat diselidiki oleh akal karena sebab itu berada diluar jangkauan indra manusia, oleh karena itu manusia harus mencari petunjuk kepada Al Kholik sehingga bisa menemukan jawaban yang harus dibuktikan, sebagaimana yang telah difirmankan-Nya ”Dialah Allah yang menghidupkan dan mematikan semua mahluk”Q.S. Al Imron 156. ”Maka jika telah datang ajal mereka tidak dapat mengundurkan barang sedikitpun dan tida dapat memajukanya”Q.S. Al A’rof 34.
Mengingat mati
Hadits yang diriwayatkan oleh imam ibnu Majah menyebutkan ”Dari sahabat Anas RA bahwasanya telah dituturkan kebaikan seseorang dihadapan rosulullah SAW, lalu rosulullah bertanya ”apakah temanmu yang telah dituturkan banyak kebaikanya itu juga pernah menuturkan dan mengingat kematian?, mereka menjawab ”kami tidak pernah mendengarkan dia berbicara tentang kematian”, rosulullah SAW bersabda ”sahabtmu itu belumlah mencapai kebaikan yang sempurna, orang yang dikatakan baik adalah orang yang banyak mengingat akan kematian dirinya dan itulah yang dikatakan sebai orang cerdas”
Sahabat Umar RA tetkala ditutur akan kematian disuatu majlis, maka jiwanya seakan-akan berhamburan seperti berhamburanya burung-burung di langit, dan beliau senantiasa mengumpulkan para ulama’ tiap malam untuk senantiasa saling mengingatkan (bermudzakarah) akan kematian dan hari kiyamat sehingga mereka saling bertangisan seakan dihadapanya ada mayat yang harus ditangisi.
Begitu pula Imam Hamid Al Qushoiri berkata ”Diantara kita meyakini akan kematian tapi kita belum adanya persiapan menuju kematian, diantara kita meyakini adanya surga tetapi kita belum optimal beraktifitas yang mengarah kesitu, diantara kita meyakini adanya neraka, tetapi diantara kita belum melihat ketakutan akan neraka, lalu apa yang kita banggakan dari hidup ini?, apakah dengan kemaksiatan yang telah kita lakukan sampai sekarang ini hanya untuk menunggu kematian yang akan menjemput kita? Bahwa ia (kematian) adalah awal perjalanan yang harus dilewati kita semua dari perkara Allah SWT, maka berjalanlah dengan perjalanan yang baik dan selamat,
Syekh Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisi menuturkan dalam kitabnya Minhajul Qosidin tentang keberadaan manusia dalam mengingat mati menjadi tiga bagian
1. Type yang pertama adalah Al Munhamiq. Yaitu seseorang yang tergiur dengan harta benda dan gemerlapnya dunia sehingga mengantarkan kelalaian hatinya untuk mengingat kepada Allah SWT. Dalam benak mereka yang ada hanyalah dunia beserta isinya, umurnya, waktu demi waktunya hanya dihabiskan untuk mengais harta sebanyak-banyaknya, tidak kenal lelah siang dan malam waktunya habis untuk urusan duniawi dan hatinya tertutup untuk menerima petunjuk. Type orang semacam ini dia tidak akan ingat mati, bahkan kalau ada suatu peringatan akan kematian itu malah mengganggu pikiran dan aktifitasnya sehingga ia berpikiran “kenapa waktu hanya dihabiskan untuk sesuatu yang tidak berguna?”.
2. Type yang kedua adalah At Taaib yaitu seseorang yang sadar akan dirinya dan hari setelahnya ia hidup didunia, ia merasa bersalah dan banyak berdosa dihadapan Allah SWT, hari-harinya diupayahkan untuk senantiasa mengingat akan kematian dan mengingat akan apa yang telah terjadi pada dirinya akan perbuatan dosa dimasa lampau, sehingga bisa membangkitkan pada jiwanya akan rasa ketakutannya kepada Allah SWT apabila ia harus menemuhi kematian dengan mendadak, ia merasa belum siap apabila harus secepatnya harus meninggal dunia, bukan karena ia takut mati melainkan ia takut bertemu Allah SWT sedangkan amal atau bekal yang ia kumpulkan terasa belum cukup.
3. Type yang ketiga adalah Al ’Arif muntahin yaitu seseorang yang sepanjang hayatnya dipergunakan untuk ingat kepada Allah SWT karena ia sadar karena itu yang telah dijanjikan oleh Sang pembawa risalah baginda Muhammad SAW. Mereka ini adalah orang yang senantiasa siap selalu apabila ajal menjemputnya dan barangkali ia berharap secepatnya bisa bertemu Allah SWT disurga, hatinya menggelora atas panggilan Allah dan seruan jihad, tidak ada rasa ketakutan sama sekali dalam peperangan, bahkan dirinya siap jika harus mati dimedan peperangan karena itu adalah jalan yang amat cepat untuk bisa bertemu Tuhannya, sebagaimana yang pernah tergambar pada salah seorang sahabat yang bernama Anas bin Nadhr tetkala itu ia absen dalam perang Badar karena udzur yang syar’i. Tetapi ia merasa berdosa dan bersalah kenapa tidak bisa mengikuti perang bersama rosulullah SAW dan sahabat lainya, padahal perang adalah media yang amat baik untuk bisa bertemu dengan Allah SWT, dengan penyesalan yang mendalam itu dia berjanji apabila ada komando perang lagi maka ia bertekad akan berada dibarisan perang terdepan dan akan berkorban sampai titik darah penghabisan, tekad dan janji yang bulat itu ternyata telah diuji Allah SWT, pada suatu saat ada komando perang yang kedua kalinya (uhud) ia harus maju dibarisan depan kaum muslimin, padahal waktu itu kondisi kaum muslim amat kocar-kacir dan hampir mengalami kekalahan, dengan gagah beraninya ia tetap menyerbu musuh meskipun situai amat tidak menguntungkan bagi kaum muslimin, sebelum dia menuju kemedan perang terlebih dahulu ia ketemu dengan sahabatnya yang bernama Saad bin Muadz, dia berkata ”Wahai saudaraku Sa’ad aku telah mencium bauh surga dari bukit uhud, bagaimana pendapatmu?” jawab Saad ”wahai saudaraku bergegaslah kamu menuju medan perang karena kamu akan betul-betul menemukan bauh surga itu dari bukit uhud”. Dan masih banyak cerita sahabat yang lainya.
”Dimana saja kamu berada kematian akan menemuimu kendatipun kamu dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan mereka mengatakan “ini adalah dari sisi Allah” dan kalau mereka ditimpa musibah bencana mereka mengatakan “ini datangnya dari kamu Muhammad”, katakanlah semuanya datang dari sisi Allah SWT” Q.S. An Nisa 78
Indonesia telah berduka, tepatnya tanggal 27 januari 2008 pada hari ahad jam 13.10 WIB, bangsa indonesia telah ditinggalkan bapak bangsa, bapak pembangunan yaitu bapak presiden RI yang ke dua, inilah suatu kematian telah datang, dan akan datang pada siapa saja dari hamba-hamba Allah (termasuk diri kita semua) yang ada dimuka bumi, baik pejabat atau konglomerat, baik kyai atau santri, semua tidak akan bisa menghindar dari kematian, hanya saja kita tinggal menunggu giliranya, barangkali kalau kita disuruh mengingat jasa-jasa beliau tentulah amat banyak bagi perkembangangan dan kebaikan bangsa Indonesia, manusia tetap manjadi manusia, sebaik apapun seorang hamba tentunya masih ada kesalahan dan kekurangan, tidak ada satupun manusia yang sempurna dimuka bumi ini, semua dalam kekurangan dan tidak keberdayaan, selanjutnya yang terpenting sebagai generasi bangsa apa yang bisa kita persembahkan kepada bangsa kita tercinta ini?. Pekerjaan berat telah menunggu dihadapan kita, bisahkah kita memberikan jawabanya?. Dan yang terpenting lagi sudah siapkah kita menyongsong kematian kita? Amal kebaikan kita sudahkah cukup jadi bekal?
Kematian, habisnya ajal
”Banyak sebab untuk mati, tetapi mati itu tetap satu”, itulah realitanya, penyebab kematian begitu banyak dan bermacam-macam, terkadang suatu kematian terjadi karena sebab penyakit yang mematikan seperti tho’un (antraks), tertikam pisau, terpenggal kepala, kerja jantung berhenti secara mendadak, dan masih banyak sebab-sebab yang mengantarkan kematian (asbaab Al Mubasyiroh).
Dalam hukum kausalitas (Sebab akibat) dikatakan bahwa sebab akan menghasilkan suatu akibat secara pasti dan akibat tidak akan terjadi melainkan karena satu-satunya sebab baginya sendiri dan tidak akan meleset, lain halnya dengan Al Hall (kondisi) yang kadang menghasilkan sesuatu berdasarkan kebiasaan atau kelayakan dan terkadang pula Al hall tersebut juga menghasilkan sesuatu yang berbeda (takhalluf atau meleset) dari kebiasaan bahkan terkadang tidak menghasilkan sesuatu sama sekali, itulah hakikat kematian, seseorang dalam menemui kematianya bermacam-macam kondisinya, dan berbeda-beda, ada yang prosesnya sakit terlebih dahulu, ada yang tampa duduga sebelumnya dari sakit yang amat sederhana tetapi dapat mengantarkan kematian, dan lain sebagainya, sebab hakiki dari kematian tiada lain adalah habisnya ajal seseorang yang mana ajal tidak dapat diselidiki oleh akal karena sebab itu berada diluar jangkauan indra manusia, oleh karena itu manusia harus mencari petunjuk kepada Al Kholik sehingga bisa menemukan jawaban yang harus dibuktikan, sebagaimana yang telah difirmankan-Nya ”Dialah Allah yang menghidupkan dan mematikan semua mahluk”Q.S. Al Imron 156. ”Maka jika telah datang ajal mereka tidak dapat mengundurkan barang sedikitpun dan tida dapat memajukanya”Q.S. Al A’rof 34.
Mengingat mati
Hadits yang diriwayatkan oleh imam ibnu Majah menyebutkan ”Dari sahabat Anas RA bahwasanya telah dituturkan kebaikan seseorang dihadapan rosulullah SAW, lalu rosulullah bertanya ”apakah temanmu yang telah dituturkan banyak kebaikanya itu juga pernah menuturkan dan mengingat kematian?, mereka menjawab ”kami tidak pernah mendengarkan dia berbicara tentang kematian”, rosulullah SAW bersabda ”sahabtmu itu belumlah mencapai kebaikan yang sempurna, orang yang dikatakan baik adalah orang yang banyak mengingat akan kematian dirinya dan itulah yang dikatakan sebai orang cerdas”
Sahabat Umar RA tetkala ditutur akan kematian disuatu majlis, maka jiwanya seakan-akan berhamburan seperti berhamburanya burung-burung di langit, dan beliau senantiasa mengumpulkan para ulama’ tiap malam untuk senantiasa saling mengingatkan (bermudzakarah) akan kematian dan hari kiyamat sehingga mereka saling bertangisan seakan dihadapanya ada mayat yang harus ditangisi.
Begitu pula Imam Hamid Al Qushoiri berkata ”Diantara kita meyakini akan kematian tapi kita belum adanya persiapan menuju kematian, diantara kita meyakini adanya surga tetapi kita belum optimal beraktifitas yang mengarah kesitu, diantara kita meyakini adanya neraka, tetapi diantara kita belum melihat ketakutan akan neraka, lalu apa yang kita banggakan dari hidup ini?, apakah dengan kemaksiatan yang telah kita lakukan sampai sekarang ini hanya untuk menunggu kematian yang akan menjemput kita? Bahwa ia (kematian) adalah awal perjalanan yang harus dilewati kita semua dari perkara Allah SWT, maka berjalanlah dengan perjalanan yang baik dan selamat,
Syekh Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisi menuturkan dalam kitabnya Minhajul Qosidin tentang keberadaan manusia dalam mengingat mati menjadi tiga bagian
1. Type yang pertama adalah Al Munhamiq. Yaitu seseorang yang tergiur dengan harta benda dan gemerlapnya dunia sehingga mengantarkan kelalaian hatinya untuk mengingat kepada Allah SWT. Dalam benak mereka yang ada hanyalah dunia beserta isinya, umurnya, waktu demi waktunya hanya dihabiskan untuk mengais harta sebanyak-banyaknya, tidak kenal lelah siang dan malam waktunya habis untuk urusan duniawi dan hatinya tertutup untuk menerima petunjuk. Type orang semacam ini dia tidak akan ingat mati, bahkan kalau ada suatu peringatan akan kematian itu malah mengganggu pikiran dan aktifitasnya sehingga ia berpikiran “kenapa waktu hanya dihabiskan untuk sesuatu yang tidak berguna?”.
2. Type yang kedua adalah At Taaib yaitu seseorang yang sadar akan dirinya dan hari setelahnya ia hidup didunia, ia merasa bersalah dan banyak berdosa dihadapan Allah SWT, hari-harinya diupayahkan untuk senantiasa mengingat akan kematian dan mengingat akan apa yang telah terjadi pada dirinya akan perbuatan dosa dimasa lampau, sehingga bisa membangkitkan pada jiwanya akan rasa ketakutannya kepada Allah SWT apabila ia harus menemuhi kematian dengan mendadak, ia merasa belum siap apabila harus secepatnya harus meninggal dunia, bukan karena ia takut mati melainkan ia takut bertemu Allah SWT sedangkan amal atau bekal yang ia kumpulkan terasa belum cukup.
3. Type yang ketiga adalah Al ’Arif muntahin yaitu seseorang yang sepanjang hayatnya dipergunakan untuk ingat kepada Allah SWT karena ia sadar karena itu yang telah dijanjikan oleh Sang pembawa risalah baginda Muhammad SAW. Mereka ini adalah orang yang senantiasa siap selalu apabila ajal menjemputnya dan barangkali ia berharap secepatnya bisa bertemu Allah SWT disurga, hatinya menggelora atas panggilan Allah dan seruan jihad, tidak ada rasa ketakutan sama sekali dalam peperangan, bahkan dirinya siap jika harus mati dimedan peperangan karena itu adalah jalan yang amat cepat untuk bisa bertemu Tuhannya, sebagaimana yang pernah tergambar pada salah seorang sahabat yang bernama Anas bin Nadhr tetkala itu ia absen dalam perang Badar karena udzur yang syar’i. Tetapi ia merasa berdosa dan bersalah kenapa tidak bisa mengikuti perang bersama rosulullah SAW dan sahabat lainya, padahal perang adalah media yang amat baik untuk bisa bertemu dengan Allah SWT, dengan penyesalan yang mendalam itu dia berjanji apabila ada komando perang lagi maka ia bertekad akan berada dibarisan perang terdepan dan akan berkorban sampai titik darah penghabisan, tekad dan janji yang bulat itu ternyata telah diuji Allah SWT, pada suatu saat ada komando perang yang kedua kalinya (uhud) ia harus maju dibarisan depan kaum muslimin, padahal waktu itu kondisi kaum muslim amat kocar-kacir dan hampir mengalami kekalahan, dengan gagah beraninya ia tetap menyerbu musuh meskipun situai amat tidak menguntungkan bagi kaum muslimin, sebelum dia menuju kemedan perang terlebih dahulu ia ketemu dengan sahabatnya yang bernama Saad bin Muadz, dia berkata ”Wahai saudaraku Sa’ad aku telah mencium bauh surga dari bukit uhud, bagaimana pendapatmu?” jawab Saad ”wahai saudaraku bergegaslah kamu menuju medan perang karena kamu akan betul-betul menemukan bauh surga itu dari bukit uhud”. Dan masih banyak cerita sahabat yang lainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar