Jumat, 26 September 2008

Kisah Menakjubkan[1]

(tentang sabar dan syukur kepada Allah)

Bagi orang yang sering mengamati isnad hadits maka nama Abu Qilabah bukanlah satu nama yang asing karena sering sekali ia disebutkan dalam isnad-isnad hadits, terutama karena ia adalah seorang perawi yang meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik yang merupakan salah seorang dari tujuh sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu nama Abu Qilabah sering berulang-ulang seiring dengan sering diulangnya nama Anas bin Malik.Ibnu Hibban dalam kitabnya Ats-Tsiqoot menyebutkan kisah yang ajaib dan menakjubkan tentangnya yang menunjukan akan kuatnya keimanannya kepada Allah.

Nama beliau adalah Abdullah bin Zaid Al-Jarmi salah seorang dari para ahli ibadah dan ahli zuhud yang berasal dari Al-Bashroh. Beliau meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik dan sahabat Malik bin Al-Huwairits –radhiallahu ‘anhuma- . Beliau wafat di negeri Syam pada tahun 104 Hijriah pada masa kekuasaan Yazid bin Abdilmalik.

Abdullah bin Muhammad berkata, “Aku keluar menuju tepi pantai dalam rangka untuk mengawasi (menjaga) kawasan pantai (dari kedatangan musuh)…tatkala aku tiba di tepi pantai, tiba-tiba aku telah berada di sebuah dataran lapang di suatu tempat (di tepi pantai) dan di dataran tersebut terdapat sebuah kemah yang di dalamnya ada seseorang yang telah buntung kedua tangan dan kedua kakinya, dan pendengarannya telah lemah serta matanya telah rabun. Tidak satu anggota tubuhnyapun yang bermanfaat baginya kecuali lisannya, orang itu berkata, “Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memuji-Mu sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku diatas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan”

Abdullah bin Muhammad berkata, “Demi Allah aku akan mendatangi orang ini, dan aku akan bertanya kepadanya bagaimana ia bisa mengucapkan perkataan ini, apakah ia faham dan tahu dengan apa yang diucapkannya itu?, ataukah ucapannya itu merupakan ilham yang diberikan kepadanya??.

Maka akupun mendatanginya lalu aku mengucapkan salam kepadanya, lalu kukatakan kepadanya, “Aku mendengar engkau berkata “Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memujiMu sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugrahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku diatas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan“, maka nikmat manakah yang telah Allah anugerahkan kepadamu sehingga engkau memuji Allah atas nikmat tersebut?? dan kelebihan apakah yang telah Allah anugerahkan kepadamu hingga engkau mensukurinya??”

Orang itu berkata, “Tidakkah engkau melihat apa yang telah dilakukan oleh Robku kepadaku? Demi Allah, seandainya Ia mengirim halilintar kepadaku hingga membakar tubuhku atau memerintahkan gunung-gunung untuk menindihku hingga menghancurkan tubuhku, atau memerintahkan laut untuk menenggelamkan aku, atau memerintahkan bumi untuk menelan tubuhku, maka tidaklah hal itu kecuali semakin membuat aku bersyukur kepadaNya, karena Ia telah memberikan kenikmatan kepadaku berupa lidah (lisan)ku ini. Namun, wahai hamba Allah, engkau telah mendatangiku maka aku perlu bantuanmu, engkau telah melihat kondisiku. Aku tidak mampu untuk membantu diriku sendiri atau mencegah diriku dari gangguan, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku memiliki seorang putra yang selalu melayaniku, di saat tiba waktu sholat ia mewudhukan aku, jika aku lapar maka ia menyuapiku, jika aku haus maka ia memberikan aku minum, namun sudah tiga hari ini aku kehilangan dirinya. Maka tolonglah aku, carilah kabar tentangnya –semoga Allah merahmati engkau-”.

Aku berkata, “Demi Allah tidaklah seseorang berjalan menunaikan keperluan seorang saudaranya yang ia memperoleh pahala yang sangat besar di sisi Allah, lantas pahalanya lebih besar dari seseorang yang berjalan untuk menunaikan keperluan dan kebutuhan orang yang seperti engkau”.

Maka akupun berjalan mencari putra orang tersebut hingga tidak jauh dari situ aku sampai di suatu gundukan pasir. Tiba-tiba aku mendapati putra orang tersebut telah diterkam dan dimakan oleh binatang buas. Akupun mengucapkan inna lillah wa inna ilaihi roji’uun. Aku berkata, “Bagaimana aku mengabarkan hal ini kepada orang tersebut??”. Dan tatkala aku tengah kembali menuju orang tersebut, maka terlintas di benakku kisah Nabi Ayyub ‘alaihi as-Salam. Lalu aku menemui orang tersebut dan akupun mengucapkan salam kepadanya lalu ia menjawab salamku dan berkata, “Bukankah engkau adalah orang yang tadi menemuiku?”, aku berkata, “Benar”. Ia berkata, “Bagaimana dengan permintaanku kepadamu untuk membantuku?”.

Akupun berkata kepadanya, “Engkau lebih mulia di sisi Allah ataukah Nabi Ayyub ‘alaihis Salam?”, ia berkata, “Tentu Nabi Ayyub ‘alaihis Salam “, aku berkata, “Tahukah engkau cobaan yang telah diberikan Allah kepada Nabi Ayyub?, bukankah Allah telah mengujinya dengan hartanya, keluarganya, serta anaknya?”, orang itu berkata, “Tentu aku tahu”. Aku berkata, “Bagaimanakah sikap Nabi Ayyub dengan cobaan tersebut?”, ia berkata, “Nabi Ayyub bersabar, bersyukur, dan memuji Allah”.

Aku berkata, “Tidak hanya itu, bahkan ia dijauhi oleh karib kerabatnya dan sahabat-sahabatnya”. Ia berkata, “Benar”. Aku berkata, “Bagaimanakah sikapnya?”, ia berkata, “Ia bersabar, bersyukur dan memuji Allah”. Aku berkata, “Tidak hanya itu, Allah menjadikan ia menjadi bahan ejekan dan gunjingan orang-orang yang lewat di jalan, tahukah engkau akan hal itu?”, ia berkata, “Iya”, aku berkata, “Bagaimanakah sikap nabi Ayyub?” Ia berkata, “Ia bersabar, bersyukur, dan memuji Allah, langsung saja jelaskan maksudmu –semoga Allah merahmatimu-!!”.

Aku berkata, “Sesungguhnya putramu telah aku temukan di antara gundukan pasir dalam keadaan telah diterkam dan dimakan oleh binatang buas, semoga Allah melipatgandakan pahala bagimu dan menyabarkan engkau”. Orang itu berkata, “Segala puji bagi Allah yang tidak menciptakan bagiku keturunan yang bermaksiat kepadaNya lalu Ia menyiksanya dengan api neraka”, kemudian ia berkata, “Inna lillah wa inna ilaihi roji’uun“, lalu ia menarik nafas yang panjang lalu meninggal dunia.

Aku berkata, “Inna lillah wa inna ilaihi roji’uun“, besar musibahku, orang seperti ini jika aku biarkan begitu saja maka akan dimakan oleh binatang buas, dan jika aku hanya duduk maka aku tidak bisa melakukan apa-apa[2]. Lalu akupun menyelimutinya dengan kain yang ada di tubuhnya dan aku duduk di dekat kepalanya sambil menangis.

Tiba-tiba datang kepadaku empat orang dan berkata kepadaku “Wahai Abdullah, ada apa denganmu?, apa yang telah terjadi?”. Maka akupun menceritakan kepada mereka apa yang telah aku alami. Lalu mereka berkata, “Bukalah wajah orang itu, siapa tahu kami mengenalnya!”, maka akupun membuka wajahnya, lalu merekapun bersungkur mencium keningnya, mencium kedua tangannya, lalu mereka berkata, “Demi Allah, matanya selalu tunduk dari melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allah, demi Allah tubuhnya selalu sujud tatkala orang-orang dalam keadaan tidur!!”.

Aku bertanya kepada mereka, “Siapakah orang ini –semoga Allah merahmati kalian-?”, mereka berkata, Abu Qilabah Al-Jarmi sahabat Ibnu ‘Abbas, ia sangat cinta kepada Allah dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu kamipun memandikannya dan mengafaninya dengan pakaian yang kami pakai, lalu kami menyolatinya dan menguburkannya, lalu merekapun berpaling dan akupun pergi menuju pos penjagaanku di kawasan perbatasan.

Tatkala tiba malam hari, akupun tidur dan aku melihat di dalam mimpi ia berada di taman surga dalam keadaan memakai dua lembar kain dari kain surga sambil membaca firman Allah

}سَلامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ| (الرعد:24)

“Keselamatan bagi kalian (dengan masuk ke dalam surga) karena kesabaran kalian, maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. 13:24)

Lalu aku berkata kepadanya, “Bukankah engkau adalah orang yang aku temui?”, ia berkata, “Benar”, aku berkata, “Bagaimana engkau bisa memperoleh ini semua”, ia berkata, “Sesungguhnya Allah menyediakan derajat-derajat kemuliaan yang tinggi yang tidak bisa diperoleh kecuali dengan sikap sabar tatkala ditimpa dengan bencana, dan rasa syukur tatkala dalam keadaan lapang dan tentram bersama dengan rasa takut kepada Allah baik dalam keadaan bersendirian maupun dalam kaeadaan di depan khalayak ramai”


[1] Diterjemahkan oleh Ustadz Abu Abdilmuhsin Firanda dari Kitab Ats-Tsiqoot karya Ibnu Hibban, tahqiq As-Sayyid Syarofuddin Ahmad, terbitan Darul Fikr, (jilid 5 halaman 2-5)

[2] Hal ini karena biasanya daerah perbatasan jauh dari keramaian manusia, dan kemungkinan Abdullah tidak membawa peralatan untuk menguburkan orang tersebut, sehingga jika ia hendak pergi mencari alat untuk menguburkan orang tersebut maka bisa saja datang binatang buas memakannya, Wallahu a’lam

04

Qana’ah Sifat Mulia yang Harus di Miliki Para Istri

Kategori Keluarga, Nikah, Pribadi Shalihah by ummuraihanah

Sikap qana’ah atau menerima apa adanya (nrimo) pada masalah kebendaan (duniawi) dalam kehidupan suami istri sangat dibutuhkan.Terutama bagi seorang istri tanpa adanya sifat qana’ah maka bisa dibayangkan bagaimana susahnya seorang suami.Setiap tiba dirumah maka yang terdengar adalah keluhan-keluhan, belum punya ini belum punya itu, ingin beli perhiasan, pakaian baru, sepatu baru, jilbab baru,perkakas rumah tangga, furniture, dan lain-lainnya.

Alhamdulillah bila sang suami memiliki banyak harta apabila tidak maka yang terjadi adalah pertengkaran dan perselisihan melihat kedudukan suami dengan sebelah mata karena gaji yang kecil .Terkadang keluar keluhan bila si Fulan bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji besar mengapa engkau tidak???sehingga impian membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah warrahmah semakin jauh.Hati menjadi resah dan gundah lalu hilanglah rasa syukur, baik kepada suami maupun kepada Allah.Bila hal ini sudah menimpa pada seorang istri maka waspadalah ya ukhti,….sesungguhnya engkau telah membebani suamimu diluar kemampuannya.

Engkau telah membuatnya terlalu sibuk dengan dunia untuk memenuhi segala keinginanmu. Berapa banyak kaum suami yang meninggalkan majelis ilmu syar’i demi mengejar uang lemburan? sebelum menikah rajin datang ke tempat majelis ilmu setelah menikah jarang terlihat lagi, mungkin tadinya datang setiap minggu sekarang frekuensinya menjadi sebulan dua kali atau sekali bahkan mungkin tidak datang lagi!!! Atau berapa banyak kaum suami yang rela menempuh jalan yang diharamkan Allah Ta’ala demi membahagiakan sang istri tercinta.Yang terakhir ini banyak ditempuh oleh para suami yang minim sekali ilmu agamanya sehingga demi ‘’senyuman sang istri” rela ia menempuh jalan yang dimurkai-Nya.Wal’iyyadzu billah.

Duhai, para istri…engkau adalah sebaik-baik perhiasan diatas muka bumi ini bila engkau memahami dienmu. Maka jadilah wanita dan istri yang shalihah,itu semua bisa dicapai bila engkau mampu mengendalikan hawa nafsumu, bergaul hanya dengan kawan-kawan yang shalihah dan berilmu,dan tutuplah matamu bila engkau melihat sesuatu yang tidak mungkin bisa engkau raih, lihatlah kebawah masih banyak yang lebih menderita dan lebih miskin hidupnya dibandingkan engkau. Maka akan kau temui dirimu menjadi orang yang mudah mensyukuri nikmat-Nya.

Sifat qana’ah ibarat mutiara yang terpendam di bawah laut, barangsiapa yang bisa mengambilnya dan memilikinya maka beruntunglah ia.Seorang istri yang memiliki sifat qana’ah ini maka dapat membawa ketentraman dan kedamaian dalam rumah tangganya. Suami merasa sejuk berdampingan denganmu, rasanya akan enggan ia menjauh darimu.

Betapa bahagianya para suami yang memiliki istri yang qana’ah, para istri bisa memiliki sifat ini bila ia mau berusaha sekuat tenaga dan berdo’a kepada Allah semata. Ya, Allah janganlah kau jadikan dunia satu-satunya keinginan utama kami, amin.Wallahu’alam bishawwab.

Bumi Allah, Sydney.

Meraih Keselamatan, Menangkal Bencana


Kategori Doa

oleh : Abu Bakar bin Muhammad Ali al-Atsari

doa-meraih-keselamatan.JPG

Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ‘afiat di dunia dan akhirat. Ya Allah, aku memohon ampunan dan ‘afiat dalam agamaku, duniaku, keluargaku dan hartaku. Ya Allah, tutupilah auratku dan berilah keamanan dari rasa takutku. Ya Allah, jagalah aku dari depanku, belakangku, kananku, kiriku, atasku, dan aku berlindung dengan kebesaran-Mu dari terbenamnya aku dari arah bawahku.

(Dikeluarkan oleh Abu Dawud: 5074, Ibnu Majah: 3871, dan dishohihkan oleh al-Albani dalam Shohih ibnu Majah:3121)

‘Afiat adalah keamanan yang diberikan Allah bagi hamba-Nya dari segala adzab dan bencana dengan menghindarkannya dan menjaganya dari semua jenis musibah, penyakit, kejelekan, dan perbuatan dosa (lihat Fiqhul Ad’iyyah wal Adzkar oleh Syaikh Abdurrozzaq al al-Badr, hlm. 28 )

FAEDAH :

1. Ibnu Umar radiyallaahu ‘anhu, tatkala menghadirkan hadits ini berkata : “Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak pernah meninggalkan doa ini ketika pagi dan sore hari. ”

2. Urgensi dan keutamaan do’a ini ditandai tatkala Abbas radiyallaahu ‘anhu, paman Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, pernah meminta kepada beliau do’a yang dengannya ia memohon kepada Allah maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda (artinya) :

“Wahai Abbas paman Rasulullah, mintalah afiat di dunia dan akhirat”

(HR. Tirmidzi : 3514, lihat Shohih Tirmidzi : 2790).

Berkata al-Mubarokfuri rahimahullah: ” Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menempatkan pamannya pada posisi bapaknya dan beliau melihat hak pamannya sebagaimana hak seorang anak kepada orang tuanya. Dalam pengkhususan beliau dengan sekedar menyuruh pamannya memohon afiat memberikan lecutan motivasi untuk senantiasa membaca doa yang agung ini untuk bertawassul kepada Alloh dengannya dan meminta perlindungan dalam semua urusan.” (Tuhfatul Ahwadzi : 9/348)

Nabi pernah berdiri di atas mimbar pada tahun pertama hijrah lalu beliau menangis kemudian berkata :

“ Mintalah kepada Allah ampunan dan afiat, sesungguhnya seseorang tidaklah dianugerahi setelah keyakinan yang lebih baik dari ‘afiat.”

(HR. Tirmidzi :358, Shohih al-Jami’ : 3632).

Dijelaskan oleh al-Mubarokfuri rahimahullah mengapa beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam menangis : Ada yang mengatakan bahwa beliau menangis karena ia mengetahui peristiwa yang akan menimpa ummatnya berupa fitnah dan mendominasinya ambisi akan harta dan kedudukan maka beliau menyuruh mereka untuk meminta ampunan dan ‘afiat agar mereka terhindar dari segala macam fitnah.” (Tuhfatul Ahwadzi : 10/3)

3. Sebuah peringatan bagi ummat ini..

Diriwayatkan dari Aisyah rhadiyallaahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

“Akan menimpa akhir umat ini pembenaman ke bumi, pengubahan bentuk ke bentuk yang lebih jelek dan pelemparan.” Aku (Aisyah) berkata: “Apakah kita dibinaskan sekalipun masih ada orang sholih di antara kami? “ Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Ya, jika telah merebak kemaksiatan.”

(Dikeluarkan oleh Tirmidzi: 2185, Ibnu Majah:4062, liat Shohih Tirmidzi: 2185).

Dari Shofiyyah rhadiyallaahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

“Tidak henti-hentinya manusia memerangi kabah ini sampai ada suatu pasukan besar menyerangnya. Tatkala mereka sampai di Baida’ (sebuah tempat yang rata) mereka dibenamkan awal dan akhirnya dan tidak selamat pula di tengah-tengahnya.

(Dikeluarkan oleh Bukhori dalam Kitabul Hajji: 49, lihat Shohih Tirmidzi : 2184 )”

Telah lewat pula pelajaran bagi kita apa yang menimpa Qarun dan pengikutnya, dan seorang Bani Israil yang berjalan dengan ujub ( sombong ) dan memanjangkan pakaian bawahnya hingga ia ditenggelamkan ke dalam bumi sampai hari kiamat ([bisa dilihat dalam - red] HR. Bukhari : 5790)

Wallaahul Musta’an.

~~~Diambil dari Majalah al-Mawaddah edisi ke–8 tahun ke-1, hal 20 dalam bab “Benteng Diri Muslim” dengan sedikit perubahan yang tidak menghilangkan maknanya~~~.

PUASA DAN KEUTAMAANNYA


Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda : “Puasa itu benteng, maka janganlah berkata keji dan jangan berbodoh diri. Jika seseorang menentang atau memakinya maka hendaklah ia berkata : “Sesungguhnya saya sedang berpuasa” - dua kali. Demi Dzat yang diriku di’ tanganNya, bau busuknya mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah dari pada bau kasturi. Ia meninggalkan makanan, minuman dan syahwatnya karena Aku. Puasa itu untukKu dan Aku membalasnya. Kebaikan itu lipat sepuluhnya. (Hadits ditakhrij oleh Bukhari).

Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. Allah berfirman : “Seluruh amal anak Adam baginya selain puasa, sesung­guhnya puasa itu bagiKu dan Aku membalasnya. Sungguh bau busuknya mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah dari pada bau kasturi. (Hadits ditakhrij oleh Bukhari).
Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw, beliau bersabda : “Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar berfirman : “Puasa itu bagKu, ia meninggalkan syahwatnya, makanan dan minumnya karena Aku. Puasa itu perisai. Orang yang berpuasa itu mempunyai dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka dan kesenangan ketika bertemu dengan Tuhannya. Sungguh bau busuknya mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah dari pada bau kasturi. (Hadits ditakhrij oleh Bukhari).
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda : Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar berfirman : “Setiap amal anak Adam baginya selain puasa, puasa itu bagiKu dan Aku membalasnya”. Demi Dzat yang diriKu ditanganNya sungguh bau busuknya mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah dari pada bau kasturi”. (Hadits ditakhrij oleh Muslim).

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Rasulullah saw: bersabda : Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar berfirman : “Setiap amal anak Adam itu baginya selain puasa, sesungguhnya puasa itu bagiKu, dan Aku membalasnya. Puasa itu perisai. Apabila salah seorang di antaramu berpuasa pada suatu hari maka janganlah berkata keji dan jangan teriak-teriak pada hari itu. Jika salah seorang memakimu atau melawanmu maka katakanlah : “Sesungguhnya saya sedang berpuasa. Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tanganNya, sungguh bau busuknya mulut orang yang berpuasa itu lebih harum disisi Allah pada hari Qiyamat dari pada bau kasturi. Orang yang berpuasa itu mendapat dua kesenangan yang dinikmatinya yaitu apabila ia berbuka, maka senang karena bukanya dan apabila bertemu dengan Tuhannya, maka ia senang karena puasanya. (Hadits ditakhrij oleh Muslim).

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda : Sesungguhnya Tuhanmu berfirman : “Setiap kebaikan itu sepuluh kali sampai tujuh ratus kali lipat. Puasa itu bagiKu dan Aku membalasnva. Puasa itu perisai dari neraka. Sungguh bau busuknva mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah dari pada bau kasturi. Jika salah seorang di antaramu sedang berpuasa dijahili oleh orang jahil maka katakanlah : “Sesungguhnya saya ini sedang berpuasa”. (Hadits ditakhrij oleh Tirmidzi).

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Rasulullah saw. telah bersabda: Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar berfirman : “HambaKu yang paling Aku cintai adalah or­ang yang paling segera berbuka”. (Hadits ditakhrij oleh Tirmidzi).
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Rasulullah saw. bersabda : “Setiap amal anak Adam itu dilipatkan. Kebaikan dilipatkan sepuluh kali sampai tujuh ratus kali, sampai sekehendak Allah. Allah berfirman : “Selain puasa, sesungguhnya puasa itu untukKu, dan Aku membalasnva, ia meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku. Orang yang berpuasa mendapat dua kesenangan yaitu kesenangan ketika berbuka dan kesenangan ketika bertemu Tuhannya. Sungguh bau busuknya mulut orang yang berpuasa itu lebih harum disisi Allah dari pada bau Kasturi”. (Hadits ditakhrij oleh Ibnu Majah).

Dari Ali bin Abi Thalib ra., beliau dari Rasulullah saw., beliau bersabda : “Sesunguhnya Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi berfirman : “Puasa itu untukKu dan Aku membalasnya. Orang yang berpuasa itu mendapat dua kegembiraan, yaitu ketika berbuka dan ketika bertemu dengan Tuhannya. Demi Dzat Yang jiwa Muhammad di tanganNya, sungguh bau busuknva mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah dari pada bau kasturi.

Dari Abi Said al Khudri ra., ia berkata : Nabi saw. bersabda : Sesungguhnya Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi bertirman : “Puasa itu bagiKu dan Aku mem­balasnya. Orang yang berpuasa itu mendapat dua kegembiraan, yaitu apabila ia berbuka maka bergembira dan apabila bertemu Tuhannya dan Tuhan memberinya balasan, maka ia bergembira. Demi Dzat vang jiwa Muhammad di-tanganNya, sungguh bau busuknya mulut orang yang berpuasa itu disisi Allah lebih harum daripada bau kasturi.

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi berfirman : “Setiap amal anak Adam itu baginya selain puasa. Puasa itu bagiKu dan Aku membalasnya. Puasa itu perisai. Apabila salah seorang dari padamu berpuasa pada suatu hari, maka janganlah ia berkata keji dan jangan berteriak­teriak. Jika ia dicaci maki atau dilawan oleh seseorang maka hendaklah ia mengatakan: “Saya ini sedang berpuasa. Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tanganNya, sungguh bau busuk mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah dari pada bau kasturi”.
——————————————————————————–

PERDEBATAN SORGA DAN NERAKA DAN PENGADUAN NERAKA
——————————————————————————–
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Nabi saw. bersabda : “Berdebatlah sorga dan neraka. Neraka berkata : Saya diberi keutamaan dengan orang-orang yang sombong dan tukang paksa” Dan sorga berkata : “Kenapakah tidak masuk padaku kecuali orang-orang yang lemah dan orang bawahan ?” Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi berfirman kepada Sorga : “Kamu adalah rahmat Ku, denganmu Aku mengasihani orang yang Aku kehendaki dari hamba Ku”. Lalu Tuhan berfirman kepada neraka : “Sesungguhnra kamu adalah adzabKu, denganmu Aku menyiksa orang yang Aku kehendaki dari hamba Ku”, masing-masing dari keduanya itu sampai penuh. Adapun neraka tidak penuh sehingga Allah meletakkan kaki Nya, lalu neraka berkata : “Sudah, sudah, sudah, maka di sanalah neraka penuh, dan sebagiannya berkumpul kepada sebahagian yang lain. Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Besar tidak menzhalimi makhluqNya seorangpun. Adapun Sorga, maka sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Tinggi, menciptakan makluq untuknya (Sorga)”. (Hadits ditakhrij oleh Bukhari).
Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw., beliau bersabda : Sorga dan neraka bertengkar di hadapan Tuhan. Sorga berkata : “Wahai Tuhan, gerangan apakah vang masuk sorga hanya orang-orang yang lemah dan orang-orang bawahan ?” Neraka berkata : “Sava diutamakan dengan orang-orang yang sombong”. Allah Yang Maha Tinggi berfirman kepada Sorga: “Kamu adalah rahmat Ku”, dan berfirman kepada neraka : “Kamu adalah adzab Ku, denganmu Aku menimpakan orang yang Aku kehendaki, masing-masing dari kamu berdua sampai penuh”, Rasulullah bersabda: “Adapun Sorga, maka sesungguhnya Allah tidak menzhalimi makhluq-Nya seorangpun, dan sesungguhnya Allah menciptakan neraka untuk orang yang dike­hendakiNya, kemudian mereka dilemparkan padanya (neraka), maka neraka berkata : “Masihkah ada tambahan ?” sampai tiga kali, sehingga Tuhan meletakkan kedua telapak kakinya di neraka, maka neraka itu penuh dan seba­hagiannya ditolakkan kepada sebahagian yang lain”. Lalu neraka berkata : “Sudah, sudah, sudah”. (Hadits ditakhrij oleh Muslim).
Dari Anas bin Malik ra. dari Nabi saw. bahwasanya beliau bersabda: “Jahannam senantiasa menjadi tempat pelem­paran, lalu dia berkata : “Apakah masih ada tambahan ?”. Sehingga Tuhan Yang Maha Mulia meletakkan kedua telapak kaki-Nya, lalu sebahagiannya berkumpul dengan sebahagian yang lain dan neraka berkata : “Sudah, sudah; demi Kemulian Mu dan Kehormatan Mu”. Di sorga senantiasa ada tambahan, sehingga Allah menciptakan Makhluk untuknya; lalu mereka ditempatkan oleh Allah sebagai tambahan penghuni Sorga. (Hadits ditakhrij oleh Muslim).
Dari Anas ra. dari Nabi saw., beliau bersabda : “Tetaplah di sorga sesuatu yang dikehendaki Allah untuk tetap, sehingga Allah menciptakan Makhluk dari yang dikehendakiNya untuk sorga itu”. (Hadits ditakhrij oleh Muslim).

Dari Abu Hurairah ra.., ia berkata : Rasulullah saw: bersabda : “Sorga dan neraka berdebat. Sorga berkata : “Orang-orang lemah dan miskin masuk kepadaku”. Dan Neraka berkata : “Para pemaksa dan orang-orang yang sombong masuk kepadaku”. Kemudian Allah berfirman : “Kamu adalah siksa-Ku, denganmu Aku menyiksa orang yang Aku kehendaki”. Lalu Tuhan berfirman kepada sorga ; “Kamu adalah rahmatKu, denganmu Aku memberikan rahmat kepada orang yang Aku kehendaki”. (Hadits ditakhrij oleh Tirmidzi).

Jumat, 04 April 2008

Rahasia Gerakan Shalat

Katagori : Keajaiban & Iptek
Oleh : Redaksi 24 Feb 2006 - 6:11 pm

imageSetiap gerakan shalat yang dicontohkan Rasulullah SAW sarat akan hikmah dan manfaat. Syaratnya, semua gerak tersebut dilakukan dengan benar, tumaninah, serta dilakukan secara istikamah.

Suatu ketika Rasulullah SAW berada di dalam Masjid Nabawi, Madinah. Selepas menunaikan shalat, beliau menghadap para sahabat untuk bersilaturahmi dan memberikan tausiyah. Tiba-tiba, masuklah seorang pria ke dalam masjid, lalu melaksanakan shalat dengan cepat.

Setelah selesai, ia segera menghadap Rasulullah SAW dan mengucapkan salam. Rasul berkata pada pria itu, "Sahabatku, engkau tadi belum shalat!"

Betapa kagetnya orang itu mendengar perkataan Rasulullah SAW. Ia pun kembali ke tempat shalat dan mengulangi shalatnya. Seperti sebelumnya ia melaksanakan shalat dengan sangat cepat. Rasulullah SAW tersenyum melihat "gaya" shalat seperti itu.

Setelah melaksanakan shalat untuk kedua kalinya, ia kembali mendatangi Rasulullah SAW. Begitu dekat, beliau berkata pada pria itu, "Sahabatku, tolong ulangi lagi shalatmu! Engkau tadi belum shalat."

Lagi-lagi orang itu merasa kaget. Ia merasa telah melaksanakan shalat sesuai aturan. Meski demikian, dengan senang hati ia menuruti perintah Rasulullah SAW. Tentunya dengan gaya shalat yang sama.

Namun seperti "biasanya", Rasulullah SAW menyuruh orang itu mengulangi shalatnya kembali. Karena bingung, ia pun berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak bisa melaksanakan shalat dengan lebih baik lagi. Karena itu, ajarilah aku!"

"Sahabatku," kata Rasulullah SAW dengan tersenyum, "Jika engkau berdiri untuk melaksanakan shalat, maka bertakbirlah, kemudian bacalah Al-Fatihah dan surat dalam Alquran yang engkau pandang paling mudah. Lalu, rukuklah dengan tenang (thuma'ninah), lalu bangunlah hingga engkau berdiri tegak. Selepas itu, sujudlah dengan tenang, kemudian bangunlah hingga engkau duduk dengan tenang. Lakukanlah seperti itu pada setiap shalatmu."

Kisah dari Mahmud bin Rabi' Al Anshari dan diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahih-nya ini memberikan gambaran bahwa shalat tidak cukup sekadar "benar" gerakannya saja, tapi juga harus dilakukan dengan tumaninah, tenang, dan khusyuk.

Kekhusukan ruhani akan sulit tercapai, bila fisiknya tidak khusyuk. Dalam arti dilakukan dengan cepat dan terburu-buru. Sebab, dengan terlalu cepat, seseorang akan sulit menghayati setiap bacaan, tata gerak tubuh menjadi tidak sempurna, dan jalinan komunikasi dengan Allah menjadi kurang optimal. Bila hal ini dilakukan terus menerus, maka fungsi shalat sebagai pencegah perbuatan keji dan munkar akan kehilangan makna. Karena itu, sangat beralasan bila Rasulullah SAW mengganggap "tidak shalat" orang yang melakukan shalat dengan cepat (tidak tumaninah).

Hikmah gerakan shalat
Sebelum menyentuh makna bacaan shalat yang luar biasa, termasuk juga aspek "olah rohani" yang dapat melahirkan ketenangan jiwa, atau "jalinan komunikasi" antara hamba dengan Tuhannya, secara fisik shalat pun mengandung banyak keajaiban.

Setiap gerakan shalat yang dicontohkan Rasulullah SAW sarat akan hikmah dan bermanfaat bagi kesehatan. Syaratnya, semua gerak tersebut dilakukan dengan benar, tumaninah serta istikamah (konsisten dilakukan).

imageDalam buku Mukjizat Gerakan Shalat, Madyo Wratsongko MBA. mengungkapkan bahwa gerakan shalat dapat melenturkan urat syaraf dan mengaktifkan sistem keringat dan sistem pemanas tubuh. Selain itu juga membuka pintu oksigen ke otak, mengeluarkan muatan listrik negatif dari tubuh, membiasakan pembuluh darah halus di otak mendapatkan tekanan tinggi, serta membuka pembuluh darah di bagian dalam tubuh (arteri jantung).

Kita dapat menganalisis kebenaran sabda Rasulullah SAW dalam kisah di awal. "Jika engkau berdiri untuk melaksanakan shalat, maka bertakbirlah."

Saat takbir Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya ke atas hingga sejajar dengan bahu-bahunya (HR Bukhari dari Abdullah bin Umar). Takbir ini dilakukan ketika hendak rukuk, dan ketika bangkit dari rukuk.

Beliau pun mengangkat kedua tangannya ketika sujud. Apa maknanya? Pada saat kita mengangkat tangan sejajar bahu, maka otomatis kita membuka dada, memberikan aliran darah dari pembuluh balik yang terdapat di lengan untuk dialirkan ke bagian otak pengatur keseimbangan tubuh, membuka mata dan telinga kita, sehingga keseimbangan tubuh terjaga.

"Rukuklah dengan tenang (tumaninah)." Ketika rukuk, Rasulullah SAW meletakkan kedua telapak tangan di atas lutut (HR Bukhari dari Sa'ad bin Abi Waqqash). Apa maknanya? Rukuk yang dilakukan dengan tenang dan maksimal, dapat merawat kelenturan tulang belakang yang berisi sumsum tulang belakang (sebagai syaraf sentral manusia) beserta aliran darahnya. Rukuk pun dapat memelihara kelenturan tuas sistem keringat yang terdapat di pungggung, pinggang, paha dan betis belakang. Demikian pula tulang leher, tengkuk dan saluran syaraf memori dapat terjaga kelenturannya dengan rukuk. Kelenturan syaraf memori dapat dijaga dengan mengangkat kepala secara maksimal dengan mata mengharap ke tempat sujud.

"Lalu bangunlah hingga engkau berdiri tegak." Apa maknanya? Saat berdiri dari dengan mengangkat tangan, darah dari kepala akan turun ke bawah, sehingga bagian pangkal otak yang mengatur keseimbangan berkurang tekanan darahnya. Hal ini dapat menjaga syaraf keseimbangan tubuh dan berguna mencegah pingsan secara tiba-tiba.

"Selepas itu, sujudlah dengan tenang." Apa maknanya? Bila dilakukan dengan benar dan lama, sujud dapat memaksimalkan aliran darah dan oksigen ke otak atau kepala, termasuk pula ke mata, telinga, leher, dan pundak, serta hati. Cara seperti ini efektif untuk membongkar sumbatan pembuluh darah di jantung, sehingga resiko terkena jantung koroner dapat diminimalisasi.

"Kemudian bangunlah hingga engkau duduk dengan tenang." Apa maknanya? Cara duduk di antara dua sujud dapat menyeimbangkan sistem elektrik serta syaraf keseimbangan tubuh kita. Selain dapat menjaga kelenturan syaraf di bagian paha dalam, cekungan lutut, cekungan betis, sampai jari-jari kaki. Subhanallah!

Masih ada gerakan-gerakan shalat lainnya yang pasti memiliki segudang keutamaan, termasuk keutamaan wudhu. Semua ini memperlihatkan bahwa shalat adalah anugerah terindah dari Allah bagi hamba beriman. Wallaahu a'lam. (RioL )
SUKSES KRCIL KE SUKSES BESAR

Tiga komandan pasukan dalam
perang Mutah itu berguguran sebagai
syuhada, Zaid bin Haritsah, Jafar bin
Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah.
Pasukan muslim yang berjumlah sekitar
3000 orang itu, memang tampak tidak
seimbang ketika harus berhadapan
dengan 200.000 orang dari pasukan-
pasukan romawi, dan dipimpin langsung
oleh raja mereka, Heraclius.
Kelihatannya Rasulullah saw
sudah meramalkan kejadian itu. Maka
beliau berpesan kepada pasukan ini,
bahwa apabila ketiga komandan mereka
gugur, maka mereka harus memilih
seorang komandan baru di antara
mereka. Yang dipilih oleh kaum
muslimin ketika itu adalah Khalid Bin
Walid.
Tapi apakah yang kemudian
dilakukan Khalid Bin Walid? Beliau
justru menarik mundur pasukannya ke
Madina. Penduduk Madina tidak dapat
memahami strategi ini. Maka anak-anak
mereka melempari pasukan Khalid karena
menganggap mereka pengecut dan
meninggalkan peperangan.tapi
Rasulullah saw justru memberi gelar
kepada Khalid sebagai “Saefullah Al-
Maslul” (Pedang Allah yang senantiasa
terhunus).
Secara gemilang Khalid telah
berhasil menyelamatkan banyak nyawa
para sahabat dari sebuah pertempuran
yang tidak seimbang. Ini bukan sekedar
sebuah pertempuran, tapi sebuah
peperangan. Masih ada medan lain yang
akan mempertemukan mereka dengan
pasukan romawi. Hanya lima tahun
setelah itu, Khalid Bin Walid
membuktikan sabda sang Nabi dalam
perang yarmuk.
Sukses dalam parang yakmuk
adalah puncak dari sederet sukses-
sukses kecil yang telah diraih Khalid
sebelunnya. Dialah ujung tombah
pembebasan Mekah, komandan perang
riddah, dan pembuka pintu pembebasan
persi. Maka begitulah kenyataan ini
menjadi kaidah kepahlawanan, bahwa
kesuksesan besar sesungguhnya
merupakan kumpulan dari kesuksesan-
kesuksesan kecil, yang dirakit
perlahan-lahan, dalam rentan waktu
yang panjang.
Sukses besar, dalam sejarah
hidup seorang pahlawan dimana ia
mencapai puncak lebih mirip sebuah
pendakian. Tidak semua orang sampai ke
puncak, tapi, semua yang sampai ke
puncak harus memulai langkah
pertamanya dari kaki gunung. Ini
kaidah yang terjadi dalam semua medan
kepahlawanan.
Imam Syafi’I menulis banyak buku. Tapi
prestasi ilmiahnya yang paling
gemilang adalah temuanya atas ilmu
Ushul Fiqih. Ibnu Taimiyah menulis
banyak buku, tapi kumpulan fatwanyalah
yang paling monumental. DR. Yusuf Al-
Qardhawi menulis banyak buku, tapi
mungkin buku Fiqih Zakat yang paling
prestisius. Sayyid Quthub menulis
banyak buku, tapi Fii Dzilalil Qur’an
yang paling abadi.
Apa yang perlu kita ketahui adalah
proses perjalanan dari sukses kecil ke
sukses besar. Secara psikologis sukses-
sukses kecil itu membangun dan
memperkokoh rasa percaya diri para
pahlawan. Tapi dalam proses
kreativitas, sukses-sukses kecil itu
memberi mereka inspirasi untuk
memunculkan karya yang lebih besar.
Ibnu Qoyyim benar ketika beliau
mengatakan: “Setiap kebaikan yang kita
lakukan akan mengajak saudara-
saudaranya yang lain”. *

Kisah-Kisah ‘Islami’ di Televisi

Fiqih Quran & Hadist

imageDalam dunia tulisan maupun film fiksi, 'tuhan' dari lakon cerita adalah pengarangnya. Dialah yang membuat alur dan nasib masing-masing tokoh dan lakon. Pengarang bisa saja menampilkan seorang manusia yang awalnya sangat jahat, akhirnya menjadi taat. Atau dahulunya sangat taat, akhirnya bejat. Bisa pula menampilkan tokoh super hebat dan lebih sakti dari para Nabi. Dari sisi inilah barangkali fiksi banyak diminati, karena alur dan warna cerita bisa sangat variatif. Cerita bisa pula dibuat menarik dengan mengambil back ground waktu dan tempat yang beragam. Bisa lintas generasi atau bahkan lintas alam.

Mempertemukan antara tokoh wayang Gatutkaca dengan tokoh fiktif Superman pun tidak mustahil. Atau para pendekar muslim melawan monster. Hal-hal aneh yang tak jauh dari itulah yang ditampilkan di sinetron "islami' fiksi di Televisi.

Memang menarik, tetapi isinya adalah kedustaan. Nabi melarang berdusta untuk membuat orang-orang tertawa,

وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ
"Celakalah orang yang bercerita lalu dia berdusta untuk membuat orang-orang tertawa, celakalah ia..celakalah ia." (HR Abu Dawud)

Wallahu a'lam, karena 'illat dari larangan tersebut adalah kedustaannya, bukan karena lucunya, maka membuat kedustaan supaya orang menangis, takut atau gembira juga dilarang.
Apalagi, beberapa di antaranya jelas-jelas mengandung khurafat atau kesyirikan. Seperti seorang ustadz yang memakai biji tasbih sebagai jimat. Dari tasbih keluar huruf-huruf hija'iyyah atau bisa meledak. Ini sanga lazim nongl di TV. Padahal Nabi bersabda,

إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
"Sesungguhnya jampi, jimat dan pelet adalah kesyirikan." (HR Ibnu Majah, Ahmad)

Kisah Nyata yang Menakut-nakuti


Seorang Nasrani pernah berkata kepada seorang ustadz, "Ustadz, saya takut masuk Islam!", Sang ustadz bertanya, "Kenapa?", Dia menjawab, "Takut kalau mati nanti seperti di sinetron-sinetron itu." Takut, kalau masuk Islam nanti kuburannya berasap, jenasah penuh belatung, jenasah bisa terbang, kuburan penuh air dan peristiwa mengerikan lain. Ketakutan itu tidak berlebihan, bukankah seluruh sinetron itu menceritakan tentang orang Islam? Selalunya bicara tentang jenasah terbungkus kain kafan? Bukan berjas, bersalib atau yang sudah jadi abu?

Pada sisi lain, meskipun diangkat dari kisah nyata, sebagai kelengkapan cerita menuntut adanya tambahan dan rekayasa kejadian, nama maupun tempat. Unsur melebih-lebihkan dari kejadian sebenarnya jelas ada. Karena tanpa bumbu ini, cerita menjadi hambar, kurang dramatis.

Seringkali tuntutan skenario juga mengharuskan pemeran wanita menampakkan auratnya. Pemeran pelacur pun tampak persis dengan pelacur, baik pakaian maupun cara merokoknya. Apakah seperti ini mengharapkan penonton bertaubat, sedangkan pemainnya saja belum bertaubat? Anda saja mereka sudah bertaubat, tentu tak sudi main seperti itu. Karena tuntutan skenario bukanlah udzur yang bisa diterima secara syar'i sehingga wanita boleh buka-bukaan. Bukan pula udzur sehingga diperbolehkan seorang muslim bermesraan dengan wanita yang bukan istrinya, apalagi dilihat banyak orang. Jelas ini menyebarkan kemaksiatan, terang-terangan dalam bermaksiat. Padahal Nabi bersabda,

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ
"Setiap umatku diampuni, kecuali mujahirin (yang terang-terangan melakukan dosa)." (HR Bukhari)

Di samping kebenaran cerita perlu dipertanyakan, kesimpulan dan pengambilan ibrah juga seringkali gegabah. Untuk satu kejadian mengerikan dikaitkan dengan dosa tertentu. Misalnya kuburan yang tergenang air, lalu dikaitkan dengan dosa si mayit. Ini berbahaya, bisa menimbulkan su'uzhan kepada mayit yang mengalami hal serupa. Padahal bisa jadi karena sifat tanah mengandung banyak air.

Atau kuburan keluar asapnya, lalu dikaitkan dengan perselingkuhan yang pernah dilakukan si mayit. Dikhawatirkan ketika ada kejadian yang kurang wajar, lalu dicari sisi dosa dan dibesar-besarkan sebagai bumbu cerita.

Sebaik-baik Kisah


Memang, kisah adalah sarana penting diterimanya dakwah. Tetapi tak perlu mengibuli umat untuk mendakwahi mereka. Untuk itulah Nabi tidak pernah bercerita kecuali yang benar. Jika ingin berkisah, maka sebaik-baik kisah adalah kisah yang dipaparkan di dalam Al-Qur'an. Datanya akurat, tidak ada kedustaan di dalamnya. Pelajaran yang bisa dipetik juga telah tergambar jelas. Misalnya tentang siksa bagi kaum Luth, di mana bumi di balik, mereka dihujani batu sampai mati, itu karena dosa homoseks yang mereka lakukan. Atau Qarun yang ditenggelamkan ke bumi beserta kekayaannya, itu karena kesombongannya.

Hadits-hadits juga menyebutkan banyak kisah-kisah menarik dan dijamin asli, bukan fiksi. Kisah-kisah yang ditulis para ulama tentang ulama, atau tentang generasi salaf juga sangat bagus sebagai sarana untuk memotivasi diri untuk senantiasa istiqamah.

Walhasil, bagi yang sudi menggali karya para ulama tentang kisah-kisah nyata yang bermanfaat, niscaya dia akan merasa cukup, tanpa harus mencari kisah-kisah yang mengada-ada. Wallahu a'lam (Abu Umar A/majalah Ar-Risalah)

Kamis, 28 Februari 2008

Assalamu'alaikum.

PACARAN
Jalinan asmara yang dilakukan antara dua lawan jenis yang tidak punya hubungan mahrom (karena nasab, rodho' atau pernikahan) itu selama tidak ada hajat seperti mu'amalah, nadhor dalam nikah, pengobatan, persaksian tindak kriminal itu harom hukumnya. Apalagi berdua-an ditempat sepi dan kemudian bercumbu rayu, maka dosa yang dilakukan bertambah banyak.

Tidak ada istilah pacaran dalam Islam, pacaran hanyalah budaya yang dikembangkan oleh orang-orang non muslim barat. Sedangkan dalam islam, hubungan yang berkenaan dengan lawan jenis yang ada cuma Nadhor, (melihat wanita dengan maksud akan dinikahi).

Dalam Nadhor calon pengantin laki-laki diperbolehkan melihat kedua telapak tangan dan wajah calon pengantin perempuan, bahkan sebagaian Ashab mazhab hambali memperolehkan melihat anggota badan yang biasanya tampak dilingkungan rumah seperti leher, tangan, talapak kaki.(Is'adurrofiq; 2/125, Bujairimy Al-khotib; 3/372, Mausuah fiqhiyyah ;19/199)

Oleh karenanya kita sebagai umat islam harus selektif dalam mengadopsi berbagai budaya atau tren saat ini. Sebab, aktifitas apa saja haruslah berkesusaian dengan syara'. Dikatakan oleh Hujjatul Islam Al-ghozali bahwa Mizanul umur As-syari'at (barometer kebaikan atau kejelekan suatu perkara itu diukur dengan kaca-mata syari'at agama). Artinya, ketika agama menilai suatu perkara itu jelek maka pertimbangan selainnya seperti akal, rasa dan budaya tidak berlaku. (Mizanul amal Li Abi Hamid Alghozali)

QURBAN
Hukum menyembelih Qurban itu sunnah kifayah dalam lingkup keluarga besar, dan sunnah a'in dalam lingkup keluarga kecil.

Dalam penyembelihan hewan qurban disyaratkan mendapatkan izin dari mpunya (hidup atau mati). Penyembelihan Qurban untuk orang yang telah meninggal dunia bila ada izin darinya lewat wasiat sebelum ia meninggal dunia diperbolehkan, namun bila tidak meninggalkan wasiat maka tidak diperbolehkan.

Karenanya menyembelih hewan Qurban tanpa adanya wasiat (izin sebelum wafat) dari yang bersangkutan itu tidak diperbolehkan. (hasyiyah jamal; 05/262)

QUNUT SHUBUH
Dasar yang digunakan Qunut shubuh adalah hadits yang diriwayatkan oleh Shohabat Anas bin malik ra. Yaitu bahwasanya Nabi Saw. Pernah melakukan qunut satu bulan penuh yang ditujukan atas suatu kaum kemudian beliau meninggalkannya. Sedangkan dalam qunut subuh Beliau sama sekali tidak pernah meninggalkannya sampai akhir hayatnya. (majmu' 3/487)./

Adapun asal mula do'a qunut yang biasa dipakai (Allohummahdini FiimanHadayt……) adalah hadits riwayat Hasan Bin Ali ra. Ada juga riwayat yang berasal dari sayyidina Umar ra. Dari Imam Abu rofi' sbb;
اللَّهُمَّ إنَّا نَسْتَعِينُكَ وَنَسْتَغْفِرُكَ وَلَا نَكْفُرُكَ وَنُؤْمِنُ بِك . وَنَخْلَعُ وَنَتْرُكُ مَنْ يَفْجُرُكَ , اللَّهُمَّ إيَّاكَ نَعْبُدُ وَلَكَ نُصَلِّي وَنَسْجُدُ , وَإِلَيْك نَسْعَى وَنَحْفِدُ نَرْجُو رَحْمَتَكَ وَنَخْشَى عَذَابَكَ إنَّ عَذَابَكَ الْجِدَّ بِالْكُفَّارِ مُلْحِقٌ , اللَّهُمَّ عَذِّبْ كَفَرَةَ أَهْلِ الْكِتَابِ الَّذِينَ يَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِكَ يُكَذِّبُونَ رُسُلَكَ وَيُقَاتِلُونَ أَوْلِيَاءَكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ , وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَاجْعَلْ فِي قُلُوبِهِمْ الْإِيمَانَ وَالْحِكْمَةَ وَثَبِّتْهُمْ عَلَى مِلَّةِ رَسُولِكَ وَأَوْزِعْهُمْ أَنْ يُوفُوا بِعَهْدِكَ الَّذِي عَاهَدْتَهُمْ عَلَيْهِ , وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ يَا إلَهَ الْحَقِّ وَاجْعَلْنَا مِنْهُمْ

--------------------------------------------------------


JILBAB
Aurot yang wajib ditutup oleh perempuan dihadapan laki-laki yang bukan mahromnya (punya hubungan darah atau perkawinan) adalah seluruh tubuh kecuali dua telapak tangan dan wajah. Sedangkan dihadapan sesama perempuan adalah diantara pusar dan lutut.

Wanita yang rajin beribadah dan berakhlak mulia, namun ia tidak mau menutup aurot dihadapan laki-laki yang bukan mahrom adalah hal yang sangat disayangkan. Sebab ada suatu hadits yang menerangkan bahwa kelak dihari kiamat ada orang yang rajin beramal sholeh, akan tetapi karena gara-gara ia punya kesalahan, maka amalan yang telah ia rintis habis hanya untuk menutupi kesalahan yang telah ia perbuat. (Nihayatuzzain; 47, Bujairimy Al-khotib; 3/372)

--------------------------------------------------------

PROVOKASI
Provokasi atau ajakan untuk tujuan tertentu yang bersifat negative atau hal-hal yang bernuansa menggembosi seseeorang untuk berbuat baik adalah hal yang tercela dan termasuk perbuatan orang-orang munafiq, sebagaimana firman Alloh Swt. Yang artinya; "Orang-orang munafiq laki-laki dan perempuan sebagian mereka dengan sebagian lainnya sama memerintahkan perkara munkar dan melarang perkara baik (Attaubah; 67)
Sedangkan provokasi dalam rangka kemaslahatan umat atau untuk mendorong berbuat baik adalah hal yang terpuji dan merupakan sifat-sifat orang yang beriman, sebagaimana firman Alloh Swt. Yang artinya; Orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan sebagian mereka mencintai dengan sebagian yang lain, menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat munkar. (Attaubah; 71)

Bila isi provokasi dalam misi kemaslahatan nantinya terpaksa menggunakan kebohongan atau rekayasa maka hendaklah tidak berlebihan dan disesuaikan kebutuhan. (Is'adurrofiq 2;72 & 93, Muroq Ubudiyyah; 62)

Selasa, 19 Februari 2008

Jika Kematian Datang -
Jika kematian datang

”Dimana saja kamu berada kematian akan menemuimu kendatipun kamu dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan mereka mengatakan “ini adalah dari sisi Allah” dan kalau mereka ditimpa musibah bencana mereka mengatakan “ini datangnya dari kamu Muhammad”, katakanlah semuanya datang dari sisi Allah SWT” Q.S. An Nisa 78

Indonesia telah berduka, tepatnya tanggal 27 januari 2008 pada hari ahad jam 13.10 WIB, bangsa indonesia telah ditinggalkan bapak bangsa, bapak pembangunan yaitu bapak presiden RI yang ke dua, inilah suatu kematian telah datang, dan akan datang pada siapa saja dari hamba-hamba Allah (termasuk diri kita semua) yang ada dimuka bumi, baik pejabat atau konglomerat, baik kyai atau santri, semua tidak akan bisa menghindar dari kematian, hanya saja kita tinggal menunggu giliranya, barangkali kalau kita disuruh mengingat jasa-jasa beliau tentulah amat banyak bagi perkembangangan dan kebaikan bangsa Indonesia, manusia tetap manjadi manusia, sebaik apapun seorang hamba tentunya masih ada kesalahan dan kekurangan, tidak ada satupun manusia yang sempurna dimuka bumi ini, semua dalam kekurangan dan tidak keberdayaan, selanjutnya yang terpenting sebagai generasi bangsa apa yang bisa kita persembahkan kepada bangsa kita tercinta ini?. Pekerjaan berat telah menunggu dihadapan kita, bisahkah kita memberikan jawabanya?. Dan yang terpenting lagi sudah siapkah kita menyongsong kematian kita? Amal kebaikan kita sudahkah cukup jadi bekal?

Kematian, habisnya ajal

”Banyak sebab untuk mati, tetapi mati itu tetap satu”, itulah realitanya, penyebab kematian begitu banyak dan bermacam-macam, terkadang suatu kematian terjadi karena sebab penyakit yang mematikan seperti tho’un (antraks), tertikam pisau, terpenggal kepala, kerja jantung berhenti secara mendadak, dan masih banyak sebab-sebab yang mengantarkan kematian (asbaab Al Mubasyiroh).
Dalam hukum kausalitas (Sebab akibat) dikatakan bahwa sebab akan menghasilkan suatu akibat secara pasti dan akibat tidak akan terjadi melainkan karena satu-satunya sebab baginya sendiri dan tidak akan meleset, lain halnya dengan Al Hall (kondisi) yang kadang menghasilkan sesuatu berdasarkan kebiasaan atau kelayakan dan terkadang pula Al hall tersebut juga menghasilkan sesuatu yang berbeda (takhalluf atau meleset) dari kebiasaan bahkan terkadang tidak menghasilkan sesuatu sama sekali, itulah hakikat kematian, seseorang dalam menemui kematianya bermacam-macam kondisinya, dan berbeda-beda, ada yang prosesnya sakit terlebih dahulu, ada yang tampa duduga sebelumnya dari sakit yang amat sederhana tetapi dapat mengantarkan kematian, dan lain sebagainya, sebab hakiki dari kematian tiada lain adalah habisnya ajal seseorang yang mana ajal tidak dapat diselidiki oleh akal karena sebab itu berada diluar jangkauan indra manusia, oleh karena itu manusia harus mencari petunjuk kepada Al Kholik sehingga bisa menemukan jawaban yang harus dibuktikan, sebagaimana yang telah difirmankan-Nya ”Dialah Allah yang menghidupkan dan mematikan semua mahluk”Q.S. Al Imron 156. ”Maka jika telah datang ajal mereka tidak dapat mengundurkan barang sedikitpun dan tida dapat memajukanya”Q.S. Al A’rof 34.

Mengingat mati

Hadits yang diriwayatkan oleh imam ibnu Majah menyebutkan ”Dari sahabat Anas RA bahwasanya telah dituturkan kebaikan seseorang dihadapan rosulullah SAW, lalu rosulullah bertanya ”apakah temanmu yang telah dituturkan banyak kebaikanya itu juga pernah menuturkan dan mengingat kematian?, mereka menjawab ”kami tidak pernah mendengarkan dia berbicara tentang kematian”, rosulullah SAW bersabda ”sahabtmu itu belumlah mencapai kebaikan yang sempurna, orang yang dikatakan baik adalah orang yang banyak mengingat akan kematian dirinya dan itulah yang dikatakan sebai orang cerdas”
Sahabat Umar RA tetkala ditutur akan kematian disuatu majlis, maka jiwanya seakan-akan berhamburan seperti berhamburanya burung-burung di langit, dan beliau senantiasa mengumpulkan para ulama’ tiap malam untuk senantiasa saling mengingatkan (bermudzakarah) akan kematian dan hari kiyamat sehingga mereka saling bertangisan seakan dihadapanya ada mayat yang harus ditangisi.
Begitu pula Imam Hamid Al Qushoiri berkata ”Diantara kita meyakini akan kematian tapi kita belum adanya persiapan menuju kematian, diantara kita meyakini adanya surga tetapi kita belum optimal beraktifitas yang mengarah kesitu, diantara kita meyakini adanya neraka, tetapi diantara kita belum melihat ketakutan akan neraka, lalu apa yang kita banggakan dari hidup ini?, apakah dengan kemaksiatan yang telah kita lakukan sampai sekarang ini hanya untuk menunggu kematian yang akan menjemput kita? Bahwa ia (kematian) adalah awal perjalanan yang harus dilewati kita semua dari perkara Allah SWT, maka berjalanlah dengan perjalanan yang baik dan selamat,
Syekh Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisi menuturkan dalam kitabnya Minhajul Qosidin tentang keberadaan manusia dalam mengingat mati menjadi tiga bagian
1. Type yang pertama adalah Al Munhamiq. Yaitu seseorang yang tergiur dengan harta benda dan gemerlapnya dunia sehingga mengantarkan kelalaian hatinya untuk mengingat kepada Allah SWT. Dalam benak mereka yang ada hanyalah dunia beserta isinya, umurnya, waktu demi waktunya hanya dihabiskan untuk mengais harta sebanyak-banyaknya, tidak kenal lelah siang dan malam waktunya habis untuk urusan duniawi dan hatinya tertutup untuk menerima petunjuk. Type orang semacam ini dia tidak akan ingat mati, bahkan kalau ada suatu peringatan akan kematian itu malah mengganggu pikiran dan aktifitasnya sehingga ia berpikiran “kenapa waktu hanya dihabiskan untuk sesuatu yang tidak berguna?”.

2. Type yang kedua adalah At Taaib yaitu seseorang yang sadar akan dirinya dan hari setelahnya ia hidup didunia, ia merasa bersalah dan banyak berdosa dihadapan Allah SWT, hari-harinya diupayahkan untuk senantiasa mengingat akan kematian dan mengingat akan apa yang telah terjadi pada dirinya akan perbuatan dosa dimasa lampau, sehingga bisa membangkitkan pada jiwanya akan rasa ketakutannya kepada Allah SWT apabila ia harus menemuhi kematian dengan mendadak, ia merasa belum siap apabila harus secepatnya harus meninggal dunia, bukan karena ia takut mati melainkan ia takut bertemu Allah SWT sedangkan amal atau bekal yang ia kumpulkan terasa belum cukup.

3. Type yang ketiga adalah Al ’Arif muntahin yaitu seseorang yang sepanjang hayatnya dipergunakan untuk ingat kepada Allah SWT karena ia sadar karena itu yang telah dijanjikan oleh Sang pembawa risalah baginda Muhammad SAW. Mereka ini adalah orang yang senantiasa siap selalu apabila ajal menjemputnya dan barangkali ia berharap secepatnya bisa bertemu Allah SWT disurga, hatinya menggelora atas panggilan Allah dan seruan jihad, tidak ada rasa ketakutan sama sekali dalam peperangan, bahkan dirinya siap jika harus mati dimedan peperangan karena itu adalah jalan yang amat cepat untuk bisa bertemu Tuhannya, sebagaimana yang pernah tergambar pada salah seorang sahabat yang bernama Anas bin Nadhr tetkala itu ia absen dalam perang Badar karena udzur yang syar’i. Tetapi ia merasa berdosa dan bersalah kenapa tidak bisa mengikuti perang bersama rosulullah SAW dan sahabat lainya, padahal perang adalah media yang amat baik untuk bisa bertemu dengan Allah SWT, dengan penyesalan yang mendalam itu dia berjanji apabila ada komando perang lagi maka ia bertekad akan berada dibarisan perang terdepan dan akan berkorban sampai titik darah penghabisan, tekad dan janji yang bulat itu ternyata telah diuji Allah SWT, pada suatu saat ada komando perang yang kedua kalinya (uhud) ia harus maju dibarisan depan kaum muslimin, padahal waktu itu kondisi kaum muslim amat kocar-kacir dan hampir mengalami kekalahan, dengan gagah beraninya ia tetap menyerbu musuh meskipun situai amat tidak menguntungkan bagi kaum muslimin, sebelum dia menuju kemedan perang terlebih dahulu ia ketemu dengan sahabatnya yang bernama Saad bin Muadz, dia berkata ”Wahai saudaraku Sa’ad aku telah mencium bauh surga dari bukit uhud, bagaimana pendapatmu?” jawab Saad ”wahai saudaraku bergegaslah kamu menuju medan perang karena kamu akan betul-betul menemukan bauh surga itu dari bukit uhud”. Dan masih banyak cerita sahabat yang lainya.